Opini

Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) adalah kerja KPU di luar masa tahapan Pemilu

Pasca berakhirnya agenda lima tahunan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, muncul pertanyaan yang kerap dilontarkan publik: Apa yang menjadi pekerjaan KPU setelah pemilu selesai? Pertanyaan ini menuntut jawaban yang tidak hanya bersifat internal, tetapi juga perlu disampaikan secara terbuka kepada publik agar mereka memahami bahwa KPU tetap menjalankan peran strategis dalam menjaga kualitas demokrasi, bahkan di luar periode pemilu.

Sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan dapat terus memberikan kontribusi positif bagi dinamika demokrasi di Indonesia. Selain menjalankan fungsi teknis dalam penyelenggaraan pemilu, KPU juga memegang tanggung jawab substansial dalam menjaga integritas data kepemiluan.

Salah satu tugas utama KPU pasca Pemilu dan Pilkada 2024 adalah melaksanakan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. Kegiatan ini menjadi fokus kerja KPU di luar masa tahapan aktif, dengan tujuan menyajikan data pemilih yang komprehensif, akurat, dan mutakhir sebagai landasan penyusunan data pemilih pada pemilu berikutnya.

Pemutakhiran data pemilih merupakan salah satu tahapan paling panjang sekaligus paling krusial dalam penyelenggaraan pemilu. Proses ini beririsan dengan berbagai tahapan teknis lainnya, mulai dari pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS), pencocokan dan penelitian (coklit), penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Keterkaitan ini juga mencakup aspek logistik, penentuan jumlah tempat pemungutan suara, serta penyusunan anggaran.

PDPB Sebagai Prioritas KPU Tahun 2025

Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025, PDPB adalah kegiatan memperbarui data pemilih berdasarkan DPT hasil pemilu atau pemilihan terakhir yang telah disinkronkan dengan data kependudukan nasional, termasuk data WNI di luar negeri. Tujuan utamanya adalah memelihara dan memperbarui DPT secara berkelanjutan guna mendukung penyusunan DPT pada pemilu mendatang.

Penting untuk dipahami bahwa data pemilih bersifat dinamis. Perubahan senantiasa terjadi akibat dinamika kependudukan seperti kelahiran, kematian, dan perpindahan domisili. Sejarah demokrasi Indonesia mencatat bahwa ketidakakuratan data pemilih kerap menjadi sumber sengketa pemilu. Oleh karena itu, KPU sebagai penyelenggara pemilu berkewajiban memastikan data pemilih yang representatif, valid, dan terkini. Di sinilah pentingnya kerja berkelanjutan dalam pemutakhiran data.

Tahun 2025 menjadi momentum pembuktian bagi KPU untuk menunjukkan relevansi dan kredibilitas kelembagaannya. Dalam rangka menjaga kesinambungan proses demokrasi, KPU perlu menjadikan PDPB sebagai prioritas strategis. Di samping menjamin keberlanjutan tahapan pemilu, PDPB juga merupakan investasi dalam pembangunan data kependudukan yang akurat, bermanfaat bagi KPU, pemerintah, maupun masyarakat luas. Ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan institusional KPU untuk merawat data pemilih secara berkala.

Metode dan mekanisme PDPB perlu disosialisasikan secara luas agar masyarakat tidak menganggapnya sebagai beban kerja KPU semata, melainkan sebagai kebutuhan bersama. Partisipasi publik sangat penting. Masyarakat dapat berperan aktif dengan melaporkan perubahan status kependudukan atau keberadaan pemilih baru agar data yang diperbarui benar-benar mencerminkan kondisi riil.

Kerja Kolektif, Bukan Kerja Sektoral

Mekanisme pemutakhiran data dimulai dengan KPU RI yang secara berkala mendistribusikan data turunan dari hasil sinkronisasi DPT terakhir, yang telah dipadukan dengan berbagai sumber pendukung, kepada KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya, pemutakhiran dilakukan secara de jure dengan mengacu pada dokumen resmi seperti KTP Elektronik, Kartu Keluarga (KK), biodata penduduk, atau Identitas Kependudukan Digital (IKD). Data tersebut kemudian dicermati dan diperbarui, baik melalui penambahan pemilih baru (misalnya, warga yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah), perubahan elemen data (seperti, nama dan alamat), maupun pencoretan pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat (karena meninggal, pindah domisili, atau menjadi anggota TNI/Polri). Hasil pemutakhiran tersebut kemudian direkapitulasi secara berjenjang dan ditetapkan sebagai bagian dari PDPB.

PDPB harus dimaknai sebagai kerja kolektif, bukan tugas sektoral dari satu divisi tertentu. Kolaborasi antara KPU, Bawaslu, partai politik, Dinas Dukcapil, serta pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan untuk menghasilkan data pemilih yang valid dan mutakhir. Upaya kecil sekalipun, seperti pengecekan data secara rutin, dapat menjadi kontribusi signifikan dalam menjaga kualitas daftar pemilih.

Keberhasilan kegiatan ini bergantung pada kekompakan tim; jika salah satu unsur tidak berfungsi optimal, kinerja keseluruhan akan terganggu. Sebaliknya, jika semua elemen bergerak selaras, maka PDPB dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Komunikasi dan koordinasi antartim menjadi kunci sukses pelaksanaan. PDPB tidak dapat dijalankan secara sporadis, melainkan menuntut sinergi internal dan antar-lembaga secara konsisten.

Selain itu, melakukan pemutakhiran secara berkelanjutan jauh lebih strategis dibandingkan pembaruan mendadak menjelang pemilu. PDPB memungkinkan tahapan pemilu berjalan lebih tertata, terukur, dan meminimalkan margin of error (tingkat kesalahan). Secara prinsipil, PDPB adalah fondasi dalam membangun pemilu yang berkualitas. Validitas data pemilih secara langsung memengaruhi legitimasi hasil pemilu dan tingkat kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Pengalaman panjang pemilu di Indonesia menunjukkan bahwa sengketa hasil pemilu kerap bermula dari persoalan data pemilih. Banyak gugatan ke Mahkamah Konstitusi yang mendalilkan keabsahan DPT sebagai akar persoalan. Di tengah dinamika politik yang terus berubah, PDPB menjadi jangkar bagi stabilitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. PDPB menjadi solusi preventif yang sangat penting dalam menghindari potensi sengketa pemilu.

Oleh karena itu, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) bukan sekadar kewajiban hukum yang diatur perundang-undangan, melainkan wujud tanggung jawab moral KPU dalam menjaga integritas demokrasi, sekaligus menjadi bentuk jawaban konkret atas keraguan publik terhadap eksistensi dan relevansi KPU pasca pemilu. PDPB adalah bukti kongret kinerja KPU dalam mengawal Demokrasi, tahapan pemilu boleh selesai namun kinerja KPU harus tetap jalan, ikhtiar untuk menjadi yang terbaik dalam memikul tanggungjawab sebagai penyelenggara adalah pilihan tinggal bagaimana mengimplementasikannya dalam kerja kerja nyata di KPU.

Penulis Oleh : NASARUDIN Anggota KPU Dompu (Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 133 kali