
KENAPA SUARAMU BERARTI - Pentingnya Partisipasi Pemilih Pemula pada Pemilu dan Pemilihan
KENAPA SUARAMU BERARTI
(Pentingnya Partisipasi Pemilih Pemula pada Pemilu dan Pemilihan)
Oleh : Yusuf (Sandhy)
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia;
Demokrasi sering disebut sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, ungkapan ini hanya menjadi slogan kosong jika rakyat sendiri enggan menggunakan hak pilihnya. Dalam sistem demokrasi elektoral, suara setiap warga negara, tanpa memandang usia, latar belakang, maupun status sosial, memiliki kedudukan yang sama: satu orang, satu suara, satu nilai. Prinsip inilah yang menjadi dasar pentingnya partisipasi politik, terutama bagi pemilih pemula.
Bagi pemilih pemula, menggunakan hak pilih di pemilu atau pemilihan kepala daerah merupakan pengalaman politik pertama yang sangat menentukan. Tidak jarang, momen ini juga membentuk sikap politik mereka di masa depan. Jika mereka tumbuh dengan kesadaran bahwa suara yang diberikan sungguh berharga, maka partisipasi politik akan menjadi kebiasaan sehat yang menguatkan demokrasi. Sebaliknya, jika sejak awal muncul sikap apatis, maka demokrasi perlahan akan kehilangan daya hidupnya.
Suara sebagai Titik Air.
Bayangkan sebuah bendungan besar yang digerakkan oleh jutaan titik air hujan. Setiap tetes mungkin tampak kecil dan tidak berarti, namun tanpa jutaan tetes itu, bendungan tidak akan penuh, turbin tidak akan berputar, dan listrik tidak akan menyala. Suara kita dalam pemilu ibarat tetesan air tersebut. Mungkin terlihat sepele, tetapi ketika digabungkan dengan jutaan suara lain, ia memiliki kekuatan luar biasa untuk menggerakkan perubahan.
Fakta sejarah pemilu di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya satu suara. Dalam beberapa pemilihan kepala daerah, pemenang ditentukan hanya oleh selisih tipis, bahkan sampai puluhan suara saja. Situasi seperti ini membuktikan bahwa suara satu orang bukanlah angka kecil yang bisa diabaikan, melainkan bagian dari keseimbangan demokrasi yang sangat rapuh.
Pemilih Pemula: Energi Baru Demokrasi
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih muda, termasuk pemilih pemula, kerap menjadi kelompok dengan jumlah signifikan, mencapai hampir 50% dari total daftar pemilih di berbagai pemilu. Angka ini menunjukkan bahwa masa depan demokrasi sesungguhnya berada di tangan generasi muda.
Namun, jumlah yang besar saja tidak cukup. Energi muda baru berarti jika diikuti dengan kesadaran kritis. Di era media sosial, pemilih pemula seringkali menjadi sasaran kampanye, baik yang berbasis gagasan maupun sekadar propaganda. Mereka harus cerdas dalam memilah informasi, tidak mudah terjebak pada politik uang, politik identitas, atau sekadar ikut-ikutan tren. Kesadaran memilih berdasarkan visi, program, serta rekam jejak kandidat menjadi bentuk partisipasi politik yang bermartabat.
Menolak Apatisme: Demokrasi Bukan Panggung Orang Lain
Ada anggapan di sebagian kalangan pemilih muda bahwa politik itu kotor, sehingga lebih baik menjauh. Pandangan ini sebenarnya berbahaya. Menghindar dari politik bukan berarti kita bebas dari dampaknya. Kebijakan yang lahir dari proses politik tetap akan memengaruhi kehidupan sehari-hari: harga bahan pokok, kualitas pendidikan, ketersediaan lapangan kerja, hingga akses kesehatan. Dengan kata lain, menjauh dari politik sama saja membiarkan orang lain menentukan masa depan kita.
Analogi sederhana bisa diambil dari kehidupan sekolah. Bayangkan ada pemilihan ketua kelas. Jika sebagian besar siswa memilih untuk tidak peduli dan tidak ikut memilih, maka ketua kelas tetap akan terpilih, tetapi mungkin bukan orang yang bisa mewakili kepentingan bersama. Begitu pula dalam demokrasi: pemimpin akan tetap lahir dari proses pemilu, namun tanpa partisipasi luas, kualitas kepemimpinan bisa terdistorsi.
Suara sebagai Bentuk Tanggung Jawab
Menggunakan hak pilih tidak hanya sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab. Suara yang diberikan adalah bentuk komitmen terhadap masa depan bangsa. Dalam filsafat politik, kontrak sosial menyebutkan bahwa rakyat menyerahkan sebagian haknya kepada negara melalui proses politik, dan sebagai gantinya negara berkewajiban mengurus kepentingan rakyat. Pemilu adalah mekanisme utama untuk memastikan kontrak sosial ini berjalan.
Bagi pemilih pemula, menggunakan suara adalah pernyataan bahwa mereka siap menjadi bagian dari kontrak sosial tersebut. Mereka tidak lagi hanya menjadi penonton, tetapi turut menentukan siapa yang diberi mandat untuk memimpin. Inilah makna mendalam dari partisipasi demokratis.
Suaramu adalah Denyut Demokrasi
Demokrasi tanpa suara rakyat ibarat tubuh tanpa denyut nadi—tampak ada, tetapi sesungguhnya mati. Pemilih pemula memiliki posisi strategis sebagai penjaga keberlangsungan demokrasi. Suara mereka bukan hanya angka dalam rekapitulasi, melainkan energi segar yang menentukan arah perjalanan bangsa.
Maka, jangan pernah menganggap remeh satu suara. Seperti tetes air yang mampu menggerakkan turbin, atau seperti satu siswa yang berani menentukan pilihan di kelas, suara itu adalah penentu jalannya perubahan.
Suaramu berarti, karena tanpa suaramu, demokrasi kehilangan masa depannya.